Setiap harinya, mereka menerima setidaknya 10 anak dengan kondisi medis yang kritis.
Namun, akibat terhentinya pendanaan, jumlah staf mereka menyusut drastis dari 30 orang menjadi hanya 11.
Baca Juga:
Soal Kelaparan-Stunting, Prabowo: Butuh Aksi Nyta Tak Usah Lagi FGD
Sumber daya yang tersedia saat ini sangat minim, dan operasional mereka hanya bergantung pada Dana Kemanusiaan Nigeria, yang diperkirakan akan habis pada bulan Juni mendatang.
Di wilayah lain seperti Maiduguri, yang juga berada di kawasan timur laut Nigeria, kondisi serupa turut terjadi. Ribuan pekerja bantuan telah kehilangan pekerjaan akibat ditutupnya berbagai program.
Dampaknya tidak hanya dirasakan pada sektor kemanusiaan, tetapi juga merambat ke perekonomian lokal yang kini melemah.
Baca Juga:
Prabowo Tegaskan Tak Boleh Ada Orang Lapar di RI
Di salah satu pusat gizi milik Intersos, hanya tersisa dua dokter dan empat perawat yang harus menangani hingga 50 anak-anak kekurangan gizi setiap minggunya.
“Sebelumnya jumlahnya jauh lebih sedikit,” kata Emmanuel Ali, salah satu dokter yang tersisa dan kini harus bekerja jauh di luar kapasitas ideal.
Sementara itu, Kepala Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan di Maiduguri, Trond Jensen, menyatakan bahwa krisis ini sangat mengguncang secara emosional dan logistik.