WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri secara langsung prosesi penyerahan aset Barang Rampasan Negara (BRN) di Smelter PT Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, pada Senin (6/10/2025).
Aset rampasan tersebut merupakan hasil penegakan hukum terhadap sejumlah perusahaan swasta yang terbukti melakukan praktik pertambangan ilegal di kawasan konsesi PT Timah Tbk.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Dorong Akselerasi Pembangunan Papua Melalui Sinergi Pemerintah Daerah dan Komite Eksekutif
Proses penyerahan dilakukan secara berjenjang, dimulai dari Jaksa Agung RI kepada Wakil Menteri Keuangan, kemudian diteruskan kepada CEO Danantara, hingga akhirnya diserahkan kepada Direktur Utama PT Timah Tbk.
Dalam sambutannya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa langkah ini merupakan tonggak penting dalam pemulihan kerugian negara akibat praktik tambang ilegal yang selama ini merugikan keuangan negara dan mencemari lingkungan.
“Pagi hari ini saya ke Bangka. Tadi bersama-sama kita menyaksikan penyerahan rampasan negara dari perusahaan-perusahaan swasta yang melaksanakan pelanggaran hukum,” ujar Presiden Prabowo kepada awak media.
Baca Juga:
Tegaskan Komitmen Stabilitas Keuangan, Presiden Prabowo Saksikan Pengucapan Sumpah/Janji Dewan Komisioner LPS
Aset yang diserahkan mencakup berbagai barang bernilai tinggi dengan jumlah dan variasi yang signifikan, meliputi:
- 108 unit alat berat.
- 99,04 ton produk kristal Sn (cristalyzer).
- 94,47 ton crude tin dalam 112 balok.
- 15 bundle aluminium (15,11 ton) dan 10 jumbo bag (3,15 ton).
- 29 bundle logam timah Rfe (29 ton).
- 1 unit mess karyawan.
- 53 unit kendaraan.
- 22 bidang tanah dengan luas total 238.848 m².
- 195 unit alat pertambangan.
- 680.687,6 kilogram logam timah.
- 6 unit smelter.
Selain aset fisik, pemerintah juga telah menerima setoran uang tunai ke kas negara dengan total:
- Rp202.701.078.370
- USD3.156.053
- JPY53.036.000
- SGD524.501
- EUR765
-KRW100.000
- AUD1.840
Presiden Prabowo menyebutkan, total nilai aset yang disita dari hasil tambang ilegal tersebut diperkirakan mencapai antara Rp6 hingga Rp7 triliun, belum termasuk potensi besar dari logam tanah jarang (rare earth/monasit) yang juga ditemukan di lokasi terkait.
“Nilainya dari enam smelter dan barang-barang yang disita mendekati Rp6–7 triliun. Tapi tanah jarang yang belum diurai, mungkin nilainya sangat besar. Monasit itu bisa mencapai 200 ribu dolar per ton,” ungkap Presiden.
Lebih jauh, Presiden mengungkapkan bahwa total kerugian negara akibat aktivitas tambang ilegal di wilayah PT Timah mencapai sekitar Rp300 triliun, menggambarkan skala masif kebocoran kekayaan negara yang selama ini terjadi.
“Kita bisa bayangkan kerugian negara dari enam perusahaan ini saja, kerugian total mencapai Rp300 triliun. Ini harus kita hentikan,” tegas Presiden.
Penyerahan aset Barang Rampasan Negara ini menjadi bukti nyata keseriusan pemerintah dalam menegakkan hukum di sektor sumber daya alam, sekaligus peringatan keras bagi pelaku pelanggaran di industri pertambangan.
Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menutup semua celah praktik tambang ilegal serta memastikan hasil sumber daya alam benar-benar memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]