Mereka terus memberikan jalan pada investasi dan polutters yang selama ini menjadi mesin penggerak sistem kapitalisme yang rakus dan destruktif.
Ini dapat kita lihat dari proses negosiasi yang tengah berlangsung dari setiap putaran COP hingga COP 26 ini, yakni mekanisme pasar dalam pembiayaan mitigasi perubahan iklim menjadi dominan dalam pembahasan dan negosiasi artikel 6 Paris Agreement.
Baca Juga:
Pesta Raya Flobamoratas, Ajang Festival Mendekatkan Isu Perubahan Iklim kepada Masyarakat Luas
Karena itulah, posisi Pemerintah Indonesia terhadap mekanisme pasar untuk pembiayaan berbeda sekali sikapnya dengan Bolivia yang secara tegas menolak untuk membuka peluang bagi mekanisme pasar dan mendorong adanya mekanisme alternatif di luar dari mekanisme pasar.
Carbon offset merupakan peluang baru bagi kapitalisme untuk semakin mengakumulasi profit, green capitalism di mana terjadi komodifikasi dan finansialisasi terhadap sumber daya alam.
Solusi iklim yang justru akan melanggengkan praktik perampasan ruang hidup masyarakat akan dirampas dengan atas nama pengendalian perubahan iklim.
Baca Juga:
Hadapi Krisis Iklim Global di NTT, VCA Gelar Dialog Publik Bertajuk "Suara Bae Dari Timur"
Praktik green grabbing akan massif, saat hutan, wilayah adat, ruang hidup masyarakat lokal akan dirampas dengan atas nama penanganan perubahan iklim.
Teringat tulisan lama Maria Hartiningsih dalam Jejak Samar Chico Mendes (Kompas, 2009) yang mengingatkan bahwa banyak fungsi ekologis hutan yang tidak dapat dipasarkan, pasar tidak dapat menyentuh nilai ribuan spesies tanaman dan keragaman hayati.
Ya, pasar karbon juga tidak akan pernah sanggup menghitung nilai kebudayaan yang terikat antara masyarakat adat dan seluruh pengalaman dan pengetahuan perempuan terhadap alamnya. Pasar karbon tidak akan menekan deforestasi.