Ketentuan pertama adalah pengembalian kerugian negara, di mana pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh uang yang diperoleh secara melawan hukum.
Kedua, pembatasan kebebasan, seperti larangan memiliki rekening bank atas nama pribadi, penguasaan aset yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, larangan memegang saham atau jabatan di perusahaan, serta pembatasan perjalanan internasional.
Baca Juga:
Terkait Kasus LNG, Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati Diperiksa KPK
Ketiga, durasi pembatasan ini dapat disesuaikan dengan tingkat keparahan tindak pidana, seperti 5, 10, 15 tahun, atau seumur hidup.
Langkah-langkah tersebut memerlukan peraturan perundang-undangan yang khusus, yaitu Undang-Undang yang mengatur pengampunan dan pembatasan terhadap pelaku korupsi secara terintegrasi.
Selain itu, sistem peradilan yang melibatkan hakim dengan kompetensi lintas bidang juga diperlukan, melibatkan ahli hukum ekonomi, ekonomi, dan praktisi bisnis.
Baca Juga:
Pembangunan Gerbang Rumah Dinas Bupati Lampung Timur Rp6,9 Miliar Berbau Korupsi
Mekanisme yang dapat dijadikan contoh adalah yang diterapkan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), yang melibatkan proses penyelidikan dan penyidikan hingga pemberian sanksi.
Kerja sama internasional juga sangat penting, terutama dalam hal pengembalian aset yang disembunyikan di luar negeri, yang memerlukan kerjasama antarnegara melalui Mutual Legal Assistance (MLA).
Namun, tantangan utama adalah perbedaan definisi tindak pidana korupsi, yang di Indonesia mengutamakan unsur kerugian negara.