Faktor internal yang sering dihadapi oleh penyandang disabilitas adalah masalah psikologis seperti rendahnya rasa percaya diri. Greenspan dalam Kauffman dan Hallahan (2006:11) mengemukakan bahwa penyandang disabilitas memiliki kekhawatiran terhadap citra tubuh, penerimaan dari teman, kebebasan, penerimaan diri, dan prestasi.
Akibatnya, mereka sensitif atau sangat mudah tersinggung pada orang lain dan bahkan pada diri mereka sendiri. Dengan keadaan faktor internal tersebut, orang-orang di sekitar penyandang disabilitas harus memiliki kesiapan untuk lebih peka, tidak mengucilkan dan mendiskriminasi, sejalan dengan hasil penelitian Machdan dan Hartini (2012) yang menemukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara penerimaan diri dengan kecemasan.
Baca Juga:
Menang Mutlak, Adhil Laksono Siap Pimpin HMI Cabang Bekasi Periode 2024-2025
Artinya semakin tinggi penerimaan diri terhadap keadaan dirinya dengan keterbatasan yang dimilikinya, maka akan semakin rendah kecemasan yang akan dialaminya dan sebaliknya.
Selanjutnya, faktor eksternal yang menjadi pertimbangan perusahaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas adalah stigma negatif yang berkembang di masyarakat.
Macy (1996) mengemukakan bahwa hal ini terjadi karena masyarakat cenderung menciptakan stereotip bahwa keterbatasan fisik yang dimiliki penyandang disabilitas berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan mereka.
Baca Juga:
4 Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Paluta Capai Realisasi Target PAD TA 2023
Mereka masih dianggap kurang berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan kerja karena keterbatasannya. Arief Burhan Effendi (2017) dalam penelitiannya tentang 'Implementasi Program Keberagaman Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas di PT Wangta Agung Kota Surabaya', menunjukkan hasil bahwa perusahaan telah memberikan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas untuk menjadi bagian dari tenaga kerja pada bagian produksi, namun belum disertai dengan pengawasan, fasilitas yang unik, program pelatihan khusus, perlindungan keselamatan khusus bagi tenaga kerja penyandang disabilitas agar mereka tetap dapat bekerja dengan nyaman.
Lalu, pada UU No. 8 Tahun 2016, Pasal 12 menegaskan bahwa organisasi harus memberikan kesempatan yang adil dan setara bagi penyandang disabilitas untuk bekerja dan berkembang.
Namun, masih banyak organisasi yang belum sepenuhnya memahami pentingnya inklusi dan keberagaman. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa organisasi yang merangkul keberagaman organisasi cenderung memiliki keunggulan kompetitif dan kinerja yang lebih baik.