Persoalan tersebut mengalir ke MK, Paslon 1 dan 3 mengajukan perkaranya dengan bukti data dan fakta serta ahli dan saksi di persidangan.
Baru kali ini, panel hakim yang bersidang dihadiri oleh 8 Hakim dari 9 hakim konstitusi. Rupanya, Paman Anwar Usman mendapatkan hukuman dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tak boleh ikut menyidangkan perkara terkait pemilihan umum (pemilu).
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Kalau kita cermati jalannya sidang MK kali ini, terkesan berbeda dengan sidang sengketa Pemilu 2014 dan 2019. Isu tentang pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM), mewarnai dominan dibandingkan dengan angka-angka selisih perolehan suara pemilihan presiden (pilpres) yang sangat mencolok, yaitu 01, 24% diraih Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Prabowo - Gibran yakni 02 di 58%, dan 16% untuk 03.
Ahli informatika Teknologi (IT) Paslon 01, menyatakan yang kira-kira dimaknai jika sampah yang masuk, maka sampah yang keluar.
Ahli IT tidak dapat menghitung angka perolehan setiap paslon jika sumber angkanya (form C1) tidak dibuka oleh KPU. Angka-angka yang ditampilkan Sistem Informasi Rekapitulasi (sirekap) KPU itu sudah rusak berat. Harus diaudit forensik.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Sidang juga mencoba membongkar peran bantuan sosial (bansos) dalam Pilpres 2024 ini. Pengalaman saya mengikuti perkembangan bansos sebagai bagian dari program perlindungan sosial. Baru kali ini bansos secara terbuka dan terang-terangan tanpa rasa malu dijadikan sebagai instrumen kepentingan politik memenangkan paslon tertentu, yang melibatkan langsung Presiden Joko Widodo.
Apakah pemilu sebelumnya instrumen bansos tidak digunakan? Jawabannya, digunakan oleh paslon dari partai yang elite politiknya duduk dan menguasai pemerintahan. Tetapi, lebih halus dan terselubung.
Sekarang ini, pemberian bansos itu jelas "terstruktur" karena sudah direncanakan sejak awal dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2023 dan 2024. Kebijakan automatic adjustment 5% dari APBN sektor kementerian menghasilkan dana Rp50 triliun.