Penyaluran bansos yang bersifat barang 'in kind' berdasarkan kebijakan Presiden tidak dilaksanakan oleh Kementerian Sosial (Kemensos). Pada hal, UU 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin jelas tugas pokok dan fungsi Kemensos. Implementasinya, diserahkan kepada Badan Pangan Nasional (Bappenas), Kemenko Perekonomian dan Badan Urusan Logistik (Bulog).
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Pergerakan bansos itu, sangatlah "sistematis". Pemberian tidak berdasarkan data terpadu kesejahteraan Sosial (DTKS). Tetapi, data yang dikeluarkan oleh Kemenko PMK dan Kemenko Perekonomian, dan pengajuan dari kepala desa dan relawan paslon tertentu.
Tidak tanggung-tanggung, secara sistematis juga diberikan kepada sasaran penerima manfaat mulai dari presiden, menteri, bupati-walikota, dan tim kampanye di masa kampanye.
Jelas masif, karena menyasar 22 juta keluarga (sekira 88 jiwa), dengan sasaran utama provinsi yang posisi paslon tertentu sangat rendah (misal Jawa Tengah) untuk ditingkatkan dukungannya dengan iming-iming bansos tersebut.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
Sepertinya, kedelapan hakim konstitusi mencermati betul kedua isu IT, sirekap dan bansos, sehingga memerlukan menghadirkan dua Menteri koordinator (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dan Perekonomian), Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Sosial (Mensos).
Pertanyaan Hakim MK cukup tajam menukik kepada yang didalilkan pemohon. Sudah dapat diduga keempat menteri itu menjawab normatif. Tetapi, ada juga jawaban yang terselubung seperti apa yang dikatakan Mensos Tri Rismaharini. Bahwa, Bansos Kemensos bentuknya transfer uang kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sesuai dengan DTKS. Jika ada diluar itu Mensos tidak menangani.