SETELAH Gonfalonier Piero Soderini tumbang, Sang Diplomat terisolir dari gerbang kekuasaan Firenze yang gemerlap.
Karir politiknya harus redup akibat terompet permainan kekuasaan yang sudah terlanjur tertiup.
Baca Juga:
Jokowi Kunjungan Kerja ke Karawang untuk Resmikan Tambak
Keluarga Medici yang baru berkuasa menganggapnya sebagai bagian dari persekongkolan politik yang berbahaya.
Alhasil, dia harus bernasib sama dengan Soderini, terpental dari semesta kuasa. Dia adalah Niccollo Machiavelli.
Kemudian dalam sepi tanah kelahirannya di Desa Casciano, Machiavelli menuangkan berbagai cerita kasak-kusuk dalam istana yang dialaminya. Sebuah karya babon ilmu politik yang berjudul "The Prince" pun tercipta.
Baca Juga:
Sebut Bukan Kesengajaan, PDIP Sumut Minta Maaf Foto Jokowi Tak Ada di Ruang Rakor
Sekitar 500 tahun yang lalu, kitab suci politik ini menjadi acuan semua orang yang belajar soal cara kekuasaan bekerja.
Banyak yang menganggap pikiran Machiavelli merupakan sebuah racun bagi politik. Dalam "The Prince", seorang penguasa digambarkan menggunakan segala cara untuk bertahan.
Kemudian, kitab ini menjadi dasar untuk memvonis politik sebagai permainan yang kotor, jahat, dan amoral.