Tentunya, anggapan tersebut tidak sepenuhnya keliru.
Kutipan-kutipan Machiavelli yang sering digunakan memang mengusik batin kebaikan manusia yang terdalam, "Penguasa yang bijaksana dapat mengingkari janjinya" dan "tujuan dapat menghalalkan cara".
Baca Juga:
Dua Pekan Menjelang Pilkada Jakarta, Pasangan Calon Berebut Dukungan Jokowi-Anies
Pada akhirnya, logika kekuasaan memang soal kepentingan untuk memenuhi hasrat semata.
Namun, Professor William Liddle dari The Ohio State University mengatakan pikiran Machiavelli tentu tidak akan dibahas lebih dari 500 tahun bila isinya hanya tentang keculasan penguasa.
Tidak perlu lagi diskursus Machiavelli dikembangkan dalam perbincangan politik, sebab kekuasaan sudah dituduh menjadi pihak antagonis atau penjahat yang tidak bermoral.
Baca Juga:
Ribuan Warga Hadir, Saat Jokowi Blusukan di Banyumas Dampingi Luthfi
Di sisi yang sering luput dari perhatian banyak orang, Machiavelli justru menawarkan moralitas politik dalam memandang kekuasaan.
Penguasa tidak dapat selalu menggunakan moralitas personal dalam mengambil keputusan-keputusan penting. Moralitas politik merupakan alasan yang sahih untuk berdamai dengan moralitas personal.
Dalam ukuran moralitas personal, berbohong merupakan tindakan yang tidak dapat diterima.