Resentment dan Dukungan Politik
Seperti terlihat dalam grafik, kami menemukan bahwa ketidaksukaan (resentment) sangat bisa menjelaskan preferensi politik seorang warga.
Baca Juga:
MK Koreksi Total Jadwal Pemilu, Pemilih Tak Lagi Harus Mencoblos 5 Kotak Sekaligus
Semakin tinggi tingkat ketidaksukaan terhadap nonmuslim, Jawa, dan etnik Tionghoa, maka probabilitas memilih Prabowo Subianto menjadi tinggi.
Bahkan, kami juga menemukan hubungan positif dan signifikan antara resentment dan dukungan kepada partai-partai oposisi pada 2019: semakin besar sentimen negatif terhadap nonmuslim, Tionghoa, dan Jawa, semakin meningkat intensi memilih Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat.
Hasil ini tetap berlaku bahkan setelah kami kontrol dengan variabel agama, suku, usia, pendapatan, tingkat pendidikan, dan provinsi tempat tinggal responden.
Baca Juga:
Pemilihan di Daerah Mundur ke 2031, Ini Putusan Mengejutkan MK soal Pilkada dan DPRD
Kami menemukan bahwa kebencian regional kurang kuat dalam memprediksi pilihan suara dibanding tiga dimensi resentment yang lain, meskipun masih cukup prediktif.
Dari mana datangnya sikap ketidaksukaan ini?
Literatur dalam studi kebencian dan polarisasi politik selama ini mengatakan, hubungan antara tingkat pendapatan dan kemarahan politik (Runciman, 1972).