Di era kepemimpinan Hamdan Zoelva, terdapat pula Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK.
"Maka, berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum yang berlaku, pertanyaannya adalah: apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan publik, atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula?" kata Anwar.
Baca Juga:
PTUN Menangkan Anwar Usman, Waka Komisi III DPR RI: Putusan MKMK Cacat Hukum
"Secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut. Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," jelasnya.
Anwar Usman sebelumnya juga dilaporkan ke MKMK atas dugaan konflik kepentingan karena ikut mengadili perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang didaftarkan oleh pengagum Gibran Rakabuming, Almas Tsaqibbiru.
Dalam uji materi itu, pemohon secara gamblang mengaku sebagai pengagum Gibran, putra Presiden Jokowi sekaligus ponakan Anwar Usman.
Baca Juga:
MKMK: PTUN Jakarta Tidak Berwenang Adili Putusan Pemberhentian Anwar Usman dari MK
Ia mengusulkan perubahan pada UU Pemilu untuk menghapuskan syarat usia minimum 40 tahun untuk calon presiden dan wakil presiden, mengingat bahwa ketentuan tersebut menjadi hambatan bagi Gibran untuk ikut serta dalam Pemilihan Presiden 2024.
Anwar Usman tidak hanya menjadi salah satu hakim yang ikut memeriksa kasus tersebut, tetapi juga terbukti terlibat dalam upaya membujuk hakim lain agar mendukung uji materi tersebut.
Sebagai hasil dari tindakan tersebut, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar dari jabatannya sebagai Ketua MK selama sidang pembacaan putusan etik pada Selasa (7/11/2023).