"Dalam konteks pilpres, selama tidak ada kekuatan suara, yang kemudian jadi satu-satunya gerbong koalisi yang menjadi wakil dari NU, kalau misal tidak ada satu satunya, artinya beberapa akan memasang variabel NU, ya hampir bisa dipastikan suara NU akan terpecah di sana," katanya.
Bawono, dalam pandangan yang serupa, juga menyatakan bahwa sejak adanya pemilihan langsung, kalangan Nahdliyin tidak pernah memiliki pandangan tunggal, baik dalam memilih calon presiden dan wakil presiden maupun dalam memilih partai politik.
Baca Juga:
Cak Imin Mengaku Menerima Pesan dari Presiden Prabowo Subianto
"Survei terbaru dari Indikator di Jawa Timur menunjukkan bahwa warga NU tidak secara keseluruhan mendukung PKB di Jawa Timur. Banyak dari mereka juga memberikan dukungan kepada PDIP. Hal ini menunjukkan bahwa aspirasi warga NU tidak bersifat monolitik dan tidak hanya terkait dengan satu partai politik tertentu. Apalagi, dalam Pilpres 2024, akan ada lebih dari satu tokoh dari NU yang akan mencalonkan diri," ujarnya.
Bawono juga menyoroti pemilih di Jawa Timur, yang dianggap sebagai daerah dengan basis dukungan kuat dari NU. Menurutnya, sejak Pilpres 2004, pasangan calon yang berhasil memenangkan pemilihan di provinsi ini akan memiliki peluang besar untuk memenangkan Pilpres secara keseluruhan.
Selain itu, Bawono juga menyebut bahwa Presiden Jokowi memiliki basis pemilih yang setia di Jawa Timur, dan ia khawatir bahwa pasangan Anies-Cak Imin mungkin tidak akan mendapatkan banyak dukungan di wilayah tersebut karena Anies dianggap sebagai lawan dari Jokowi.
Baca Juga:
PKB Deli Serdang Laksanakan Musyawarah Kerja untuk Tingkatkan Pelayanan Terbaik Masyarakat
"Jadi, ketika PKB dan Cak Imin berkoalisi dengan calon presiden yang dianggap sebagai kebalikan dari Pak Jokowi, hal itu mungkin akan berdampak negatif pada upaya mereka untuk memenangkan suara di Jawa Timur," ungkapnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]