Menurutnya, Jokowi pasti tak ingin proyek IKN ke depan mangkrak, seperti proyek Hambalang era Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hingga proyek Monorel era Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri.
"Makanya kemudian di PPHN-kan [lewat amendemen UUD 1945], bukan cuma lewat UU saja. Supaya jangan sampai proyek politik itu tidak dilanjutkan oleh pemerintahan baru pasca-2024," katanya.
Baca Juga:
Wakil Ketua Umum PAN Tolak Wacana Pemilihan Presiden Tidak Langsung
Wasis beranggapan, Jokowi hendak mengikuti jejak Presiden pertama RI, Sukarno, yang kerap mendirikan pelbagai proyek monumental.
Semisal, pembangunan Stadion Gelora Bung Karno hingga Hotel Indonesia (HI).
"Tujuannya apa? Merawat memori publik secara politis," ujarnya.
Baca Juga:
Amien Rais Setuju UUD Diamendemen Lagi, Presiden Dipilih oleh MPR
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan, menilai, memasukkan pemindahan ibu kota negara dalam PPHN sebagai upaya menjamin proyek itu bisa berlanjut dalam jangka panjang.
Menurutnya, hal tersebut tak lepas dari karakter PPHN atau GBHN, sebutan pada masa Orde Baru, sebagai dasar hukum tertinggi agar berbagai proyek jangka panjang terus berjalan.
"Karena PPHN/GBHN itu sebuah dokumen hukum tata negara yang strategis, jangka panjang. Dan IKN itu strategis dan jangka panjang. Karena itu akan ubah peta, mengubah geopolitik, ubah aktivitas kenegaraan. Karenanya itu harus ada jaminan itu akan berlanjut," kata Asep.