Dua tersangka baru ini yakni Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga Pertamina Patra Niaga dan Edward Corne selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan dalam perkara ini Maya dan Edward melakukan pembelian RON 90 atau lebih rendah dengan harga RON 92 atas persetujuan tersangka RS. Hal tersebut menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi tidak sesuai dengan kualitas barang.
Baca Juga:
Kejagung: Korupsi BBM yang Diusut Sudah Tidak Beredar, Masyarakat Tak Perlu Cemas
"Tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada tersangka EC untuk melakukan blending produk kilang jenis RON 88 (premium) dengan RON 92 (pertamax) di terminal (storage) PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92," kata Qohar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (26/2) malam.
"Hal ini tidak sesuai dengan proses pengadaan produk kilang dan core business PT Pertamina Patra Niaga," imbuhnya.
Kemudian, Maya dan Edward melakukan pembayaran impor produk kilang menggunakan metode spot atau penunjukan langsung (harga yang berlaku saat itu).
Baca Juga:
Ahok Siap Diperiksa Kejagung, Kasus Korupsi BBM Pertamina Seret Banyak Nama
Padahal, metode pembayaran yang seharusnya digunakan adalah term atau pemilihan langsung (waktu berjangka) sehingga diperoleh harga wajar. Alhasil, PT Pertamina Patra Niaga membayar impor produk kilang dengan harga yang tinggi kepada mitra usaha atau DMUT.
"Tersangka MK dan tersangka EC mengetahui dan menyetujui adanya mark up kontrak shipping (pengiriman) yang dilakukan oleh tersangka YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, sehingga PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13 persen sampai dengan 15 secara melawan hukum," tutur Qohar.
"Dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan Tersangka DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa," imbuhnya.