WahanaNews.co | Tim layanan SAPA 129 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menemui pihak korban untuk melakukan assessment dan melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok untuk mengawal kasus dugaan kekerasan fisik terhadap seorang anak (MK) di sebuah tempat penitipan anak (daycare) di Kota Depok, Jawa Barat.
Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar menegaskan pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak tetkait dan akan terus memantau proses penanganan yang sedang berjalan untuk memastikan kepentingan terbaik bagi anak korban.
Baca Juga:
Menteri PPPA Kawal Kasus Kekerasan Anak di Banyuwangi
“Saat ini, sedang berlangsung upaya untuk menjangkau korban dan mendukung upaya hukum terhadap dugaan kekerasan yang dilakukan oleh pemilik daycare atau penitipan anak (MI) di Kota Depok. Orang tua korban telah melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian,” kata Nahar.
Menurut Nahar, kasus tersebut sedang dalam penanganan Polres Kota Depok. Saat ini pelaku sudah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
“Kami mengapresiasi langkah cepat pihak kepolisian yang telah menetapkan pelaku sebagai tersangka,” ungkapnya.
Baca Juga:
Kemen PPPA Kawal Kasus Penyekapan Anak di Jakarta
Dalam upaya penanganan dan pendampingan korban, Nahar menyampaikan Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Depok, dan Polres Kota Depok untuk memastikan korban mendapatkan hak-haknya, termasuk pemulihan fisik dan psikis.
“Setiap tempat penitipan anak harus memiliki izin operasional dari lembaga yang berwenang untuk memastikan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi lembaga layanan tersebut,” tambah Nahar.
Tempat penitipan anak yang terdaftar akan mendapatkan pembinaan dan pengawasan serta panduan pelaksanaan tugas. Meski terdaftar, mungkin saja ada oknum yang tidak melaksanakan tugas sesuai pedoman.
“Jika ada unsur pidana, harus dilaporkan dan diproses lebih lanjut karena korbannya adalah anak. Orang tua berhak membuat laporan polisi jika ada bukti yang mengarah ke unsur pidana untuk memastikan kasus ini diselidiki dan pelaku mendapatkan sanksi sesuai undang-undang Perlindungan Anak,” jelas Nahar.
Nahar menambahkan lembaga penitipan anak harus memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kapasitas memadai dan mekanisme penyelesaian masalah jika terjadi praktek yang tidak sesuai. Penyelesaian tidak hanya secara administrasi tetapi juga secara hukum.
Tindakan segera harus diambil, baik dalam proses hukum maupun dampak terhadap anak.
Pemeriksaan kondisi fisik dan psikis anak diperlukan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
Nahar menyampaikan pelaku diduga telah melakukan kekerasan terhadap anak yang melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara 3 (tahun) dan 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Nahar mendorong agar proses hukum terhadap pelaku dapat berjalan dengan cepat dan adil.
Nahar menegaskan akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya.
“Kami akan terus memantau dan memastikan anak korban dan keluarga mendapatkan keadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kami pun siap memberikan bantuan pendampingan bagi korban, baik itu pendampingan secara hukum maupun psikologis,” ujarnya.
Pihaknya juga terus mengimbau kepada seluruh orang tua dan masyarakat agar bersama-sama melindungi anak dari potensi dan ancaman kekerasan terhadap anak di lingkungan sekitar. Semua anak adalah anak kita yang wajib kita jaga dan lindungi bersama.
Jika masyarakat melihat tindak kekerasan yang menimpa perempuan dan anak, dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau WhatsApp 08111-129-129.
[Redaktur: Zahara Sitio]