Kedua, akan merevisi pasal terkait jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara serentak. Dari awalnya akan digelar pada November, jika revisi tersebut disahkan menjadi undang-undang, pilkada akan dilaksanakan pada September.
"Ketiga adalah menyangkut soal pelantikan secara serentak dengan berbagai macam konsekuensinya," ujar Supratman.
Baca Juga:
Lonjakan Kekerasan Seksual Jadi Sorotan Komnas Perempuan
Dalam naskah akademik yang dibacakan tenaga ahli dari Baleg, setidaknya ada tiga pertimbangan yang membuat DPR memilih untuk merevisi UU Pilkada. Padahal awalnya, percepatan pelaksanaan Pilkada 2024 akan diatur lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Pertimbangan pertama adalah bawah seluruh kepala daerah definitif akan berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024. Kondisi tersebut membuat seluruh daerah tak memiliki kepala daerah definitif pada Januari 2025.
"Dapat berdampak pada melemahnya sistem tata kelola pemerintahan daerah yang berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan politik. Mengingat kepala daerah yang bukan definitif memiliki keterbatasan kewenangan," ujar tenaga ahli Baleg DPR, Widodo kala membacakan naskah akademik revisi UU Pilkada.
Baca Juga:
Produk Herbal Mengandung BKO Marak di Denpasar, BBPOM Sita Barang Rp35 Juta
[Redaktur: Alpredo Gultom]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.