WahanaNews.co | Penentuan nominal bayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dibebankan kepada para calon mahasiswa di perguruan tinggi negeri dipertanyakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih.
Sebelumya, dirinya mengaku menerima laporan bahwa penentuan nominal bayar UKT tidak selaras dengan latar belakang ekonomi keluarga calon mahasiswa.
Baca Juga:
Soroti Mahalnya UKT, Komisi X ke Kemendikbudristek: Orang Miskin Tak Boleh Kuliah?
Maka dari itu, dia menegaskan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudrisktek) untuk kembali mengevaluasi seluruh sistem pendidikan perguruan tinggi, termasuk pembiayaan pendidikan. Langkah ini, perlu dilakukan guna mencegah diskriminasi dalam lingkup sektor pendidikan.
“UKT ini (jika terlalu tinggi), artinya mempersempit peluang anak-anak usia mahasiswa untuk kuliah di perguruan tinggi negeri, meskipun dia mampu secara intelektual. Ini akan muncul aspek diskriminasi, kok tidak berusaha untuk merealisasikan amanat undang-undang dasar? Yang seharusnya secara umum mencerdaskan kehidupan bangsa,” ucap Fikri, sapaan akrabnya, Selasa (23/5/2023).
Dia mengungkapkan, walaupun diperkenankan memiliki sumber pendapatan sendiri, akan tetapi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) seharusnya tidak memperoleh sumber tersebut dari UKT.
Baca Juga:
Dapat Medali Emas, Timnas Indonesia Dipuji Komisi X DPR RI
“Kalau kemudian semuanya dibebankan ke UKT dan diserahkan ke mekanisme pasar, akan merugikan anak-anak yang pintar secara intelektual tapi tidak mampu untuk membayar,” imbuhnya.
Dia pun berharap Kemendikbudristek serta Perguruan Tinggi berbenah diri. Tanpa kemauan tersebut, baginya akan sulit untuk Indonesia mewujudkan menciptakan SDM tangguh dan berkualitas di era globalisasi.
“Perlu ada skema bagaimana caranya supaya Angka Partisipasi Kasar (APK) Perguruan Tinggi kita naik, jadi calon mahasiswa yang punya intelektual bagus namun terbatas ekonomi tetap bisa kuliah. Kan, anak Indonesia punya hak yang sama untuk mendapatkan peningkatan kapasitas berupa pendidikan,” tandas Fikri.