Di antara emas-emas tersebut, menurut Ketut ada yang berasal dari luar negeri. Selain itu, ada pula yang bersumber dari aktivitas penambangan ilegal.
"Sumber emasnya itu juga bisa berasal dari luar negeri, sebagian juga berasal dari penambang-penambang ilegal dan pengusaha ilegal," katanya.
Baca Juga:
7,7 Kilo Emas Batangan Disita Kejagung dari Tersangka Korupsi PT Antam
Saat ini, pihak Kejaksaan Agung sedang berupaya menghitung dugaan kerugian negara dalam perkara korupsi ratusan ton emas ini.
Hitung-hitung kerugian negara dilakukan berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Sekarang lagi dihitung sama teman-teman penyidik dan BPKP," ujarnya.
Baca Juga:
Lembaga Advokasi Konsumen Jakarta Buka Posko Pengaduan Terkait Kasus 109 Ton Emas Antam
Diperkirakan penghitungan kerugian negara dalam perkara emas ini akan segera rampung. Sebab menurut Ketut, emas memiliki emas memiliki standar harga yang jelas.
Dari situlah tim kemudian menjadikannya patokan sebagai pendapatan yang semestinya diterima negara dari peredaran emas Antam.
"Harga emas itu ada standar internasionalnya dan ada harga marketnya. Beberapa item pendapatan yang harus diterima oleh negara karena tidak melalui satu prosedur itu menjadi kerugian negara nanti," katanya.