Hal itu didasarkan pada pengakuan Brigadir H terkait adanya ancaman pembunuhansebelumnya kepada kekasihnya, VS.
Asosiasi LBH APIK Indonesia menyayangkan rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM/Komnas Perempuan terkesan kurang kuat dalam menekankan pelanggaran hak asasi manusia dengan tidak memberi catatan terhadap perlakuan terhadap keluarga, sejak saat pembunuhan dan diserahkannya jasad Brigadir J kepada keluarga hingga dilakukannya rekonstruksi dimana para pengacara keluarga almarhum Brigadir J dilarang untuk menyaksikan rekontruksi tersebut.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Asusila, Ketua KPU Hasyim Asy'ari Dilaporkan ke DKPP
Terkait pernyataan Komnas Perempuan/Komnas HAM soal dugaan kuat terjadinya kekerasan seksual berupa perkosaan terhadap PC yang dilakukan oleh Alm. Brigadir J dan merekomendasikan kepada kepolisian untuk melakukan penyidikan dan pendalaman atas pengakuan PC.
Bahwa kasus kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja dan dilakukan oleh siapapun.
Namun analisis relasi kuasa antara pelaku kekerasan dengan perempuan korban yang biasanya digunakan dalam kasus perkosaan atau kekerasan seksual lainnya, tidak serta merta dapat diterapkan begitu saja dalam kasus PC.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Faktor relasi yang lebih dominan dalam hubungan PC dengan Brigadir J, status sosial, kultur kepolisian, semua faktor-faktor ini perlu dipertimbangkan.
Oleh karena itu, perlu adanya kehatihatian dari lembaga-lembaga independen negara maupun aparat penegak hukum dalam menyusun kesimpulan dari kasus tersebut karena dapat berimbas pada perspektif masyarakat terhadap korban perkosaan atau kekerasan seksual.
Meskipun demikian dari kasus ini masyarakat memperoleh pembelajaran yang baik tentang apa yang dimaksud dengan relasi kuasa sebagai unsur penting dalam kasus kekerasan seksual.