“Jadi semua ditentukan nama-namanya oleh yayasan. Nah saya tinggal mengangkat aja. Tetapi saya memang mengakui ada dua hal yang saya tolak. Yang pertama adalah mengaktifkan kembali ETH sebagai dosen. Itu saya tolak. Bahkan saya merekomendasikan untuk dicabut status dosennya,” ungkapnya.
Kedua, adalah menolak untuk mengangkat seorang calon wakil rektor bidang keuangan. Alasannya orang tersebut karena saya temukan sedang ada masalah dalam laporan keuangan kampus.
Baca Juga:
Debat Kedua PILKADA Jakarta 2024, Akademisi Universitas Pancasila: Hanya Pepesan Kosong
“Yang kedua adalah saya menolak mengangkat ada seorang calon wakil rektor karena ada urusannya dengan temuan audit keuangan kampus. Sudah diusulkan Yayasan, saya tolak karena ada sejarahnya,” tambahnya.
Sebutnya, jadi ketika tes di yayasan lulus.
“Tetapi pada bulan Januari (2025) saya menerima laporan audit dari kantor akuntan publik bahwa yang bersangkutan itu ada masalah. Pertanggungjawaban keuangan yang tidak bisa diterima oleh auditor. Nah saya tidak menolak. Saya mengatakan ke yayasan untuk ditunda dulu. Sampai masalah yang bersangkutan itu clear. Karena ini masalah audit,” imbuh Marsudi.
Baca Juga:
Kasus Pelecehan Rektor UP Sudah Bergulir 8 Bulan, Polisi Belum Tetapkan Tersangka
Keputusan Profesor Marsudi Wahyu Kisworo untuk menunda pengangkatan wakil rektor itu mendapat tanggapan dari pihak yayasan.
“Yayasan nggak mau tau. Pokoknya harus diangkat gitu. Bahkan, akhirnya yayasan mengeluarkan surat sendiri. SK pengangkatan yang bersangkutan. Nah, evaluasi dan pengangkatan ini dua-duanya melanggar statuta. Karena di statuta dan di dalam hukum perundang-undangan kita yang mengevaluasi itu kan rektor, bukan yayasan. Yang mengevaluasi itu adalah Senat. Saya ada kontrak dengan yayasan. Harusnya kontrak itu diberikan pada Senat,” jenisnya.
Menurut Profesor, pengangkatan wakil rektor melalui SK yang dikeluarkan yayasan itu melanggar statuta.