Selain itu, Andy pun mengingatkan, anjuran PKS untuk berpoligami adalah bentuk diskriminatif pada perempuan.
Menurut pihaknya, kebijakan tersebut menunjukkan rasa tidak empati pada perempuan dan keluarga yang tengah berduka.
Baca Juga:
Soal Pergub Poligami ASN, Menteri PPPA Minta Pemprov DKI Kaji Ulang
Kemudian, kebijakan tersebut juga dinilai menempatkan perempuan sebagai objek yang berujung rentan menjadi korban kekerasan.
"Dokumentasi Komnas Perempuan menunjukkan bahwa kasus-kasus kekerasan di dalam rumah tangga kerap terjadi dalam konteks poligami, baik poligami tercatat maupun tidak tercatat."
"Badan Peradilan Agama (Badilag) pada tahun 2020 mencatat bahwa poligami menjadi salah satu alasan perceraian, dimana sekurangnya ada 759 kasus," jelas Andy.
Baca Juga:
Pj Gubernur Jakarta Tegaskan Pergub 2 Tahun 2025 Bukan Untuk Izinkan ASN Poligami
Andy menambahkan, kebijakan PKS yang akhirnya dicabut itu dipandang memposisikan perempuan sebagai sosok yang selalu tergantung kepada laki-laki sebagai kepala keluarga.
Hal tersebut juga dinilai meremeh kaum perempuan dalam menjalani kehidupannya.
"Jika dilanjutkan, kebijakan serupa ini akan menghalangi perempuan untuk dapat menikmati haknya bebas dari diskriminasi," tandasnya.