Lalu, seperti apa nasib pembayaran ganti kerugian sejumlah Rp4,57 triliun yang dibebankan kepada Suparta?
Harli menjelaskan JPU akan mengkaji untuk selanjutnya dilakukan gugatan secara perdata guna memulihkan aset hasil dari tindak pidana korupsi.
Baca Juga:
Suparta Terdakwa Kasus Timah Rp300 Triliun Meninggal di RSUD Cibinong
"Terkait dengan kewajiban uang pengganti, Penuntut Umum juga akan mengkaji dan mengambil langkah-langkah di mana berdasarkan Pasal 34 UU No 31/1999, JPU menyerahkan salinan berkas berita acara sidang ke JPN [Jaksa Pengacara Negara] untuk dilakukan gugatan," terang Harli.
Pasal 34 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menyebut dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka Penuntut Umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
Yang dimaksud dengan "secara nyata telah ada kerugian keuangan negara" adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk.
Baca Juga:
Suparta Terdakwa Kasus Korupsi Timah Meninggal Dunia
Sebelumnya, Kejaksaan Agung mengonfirmasi Suparta meninggal dunia pada Senin (28/4) petang. Direktur Utama PT RBT sejak tahun 2018 itu mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong, Jawa Barat.
Suparta merupakan satu dari banyak pihak yang diproses hukum Kejaksaan Agung atas kasus Timah yang merugikan negara mencapai Rp300,003 triliun. Dia menjalani penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong.
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat vonis Suparta menjadi 19 tahun penjara dari semula 8 tahun di kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk 2015-2022.