"Asumsi
saya, terjadi hubungan antara penasihat hukum dengan yang
bersangkutan. Padahal, yang bersangkutan tahu bahwa dia menjadi ahli itu yang
mengajukan penyidik, bukan penasihat hukum," kata Ali, saat itu.
Selain
itu, nama Eddy juga sempat menjadi perbincangan ketika ia menjadi ahli dalam
sidang perselisihan hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga:
Bahlil Berikan Sinyal Reshuffle Partai Golkar, Sarmuji Sebut Sesuai Kebutuhan Saja
Saat
itu, Eddy dihadirkan sebagai ahli oleh pasangan Capres dan Cawapres Nomor Urut 01, Joko Widodo - Ma'ruf Amin.
Dalam
sidang tersebut, kredibilitas Eddy sempat dipertanyakan Bambang Widjojanto, yang
saat itu menjadi Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Ketika
itu, Bambang menanyakan, berapa banyak buku dan jurnal internasional yang ditulis
Eddy terkait persoalan pemilu.
Baca Juga:
Hindari Pengaruh Jokowi Jika Terjadi Reshuffle, Igor: Yang Punya Otoritas Adalah Presiden Terpilih
Eddy
mengakui, dirinya memang belum pernah menulis buku yang spesifik
membahas soal pemilu.
Namun,
ia menekankan, seorang profesor atau guru besar bidang hukum harus
menguasai asas dan teori untuk menjawab segala persoalan hukum.
"Saya
selalu mengatakan, yang namanya seorang guru besar, seorang profesor hukum,
yang pertama harus dikuasai itu bukan bidang ilmunya," ujar Eddy, dalam
sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat(21/6/2019).