Joko menguraikan 10 provinsi terbanyak dalam penyampaian laporan dugaan pelanggaran KEPPH yang masih didominasi kota-kota besar di Indonesia.
Menurutnya, dari tahun ke tahun relatif tidak banyak perubahan. Paling banyak adalah DKI Jakarta 78 laporan, Jawa Timur 48 laporan, Sumatera Utara 39 laporan, Jawa Tengah 27 laporan, Jawa Barat 26 laporan, Riau 16 laporan, Sumatera Selatan 14 laporan, Sulawesi Selatan dan Banten masing-masing 13 laporan, Jambi 12 laporan, dan Kalimantan Timur 10 laporan.
Baca Juga:
Kasus Vina-Eki Cirebon: Kesimpulan Komnas HAM Simpulkan 3 Pelanggaran Polisi
Adapun dilihat dari jenis peradilan yang dilaporkan, masih didominasi oleh peradilan umum, yakni 241 laporan. Posisi selanjutnya, yakni peradilan agama 39 laporan, Mahkamah Agung 38 laporan, Tata Usaha Negara sejumlah 26 laporan, Niaga 13 laporan, Tipikor 7 laporan, Hubungan Industrial 6 laporan, Militer 5 laporan, dan 10 laporan lainnya.
Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi.
"Dari yang telah diverifikasi sejumlah 359 laporan dengan presentase 93,24% dari laporan yang diterima, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan untuk diregistrasi sebanyak 68 laporan. Yaitu berasal dari laporan tahun 2021 sebanyak 48, dan tahun 2022 sebanyak 20," lanjut Joko.
Baca Juga:
Atnike Nova Sigiro: Foto Jurnalistik Bantu Upaya Penyelidikan Dugaan Pelanggaran HAM
Sementara lainnya, ada 123 laporan masih menunggu permohonan kelengkapan, 10 laporan bukan kewenangan KY, 36 laporan diteruskan ke instansi lain, dan laporan tidak dapat diterima ada 56 laporan. Ada juga laporan yang diteruskan ke bagian investigasi 6 laporan, serta masih proses verifikasi 26 laporan. Yang terbanyak kedua adalah permohonan pemantauan, yaitu 108 laporan.
Selanjutnya, untuk laporan akan dilakukan analisis secara mendalam sebanyak 74 laporan. Pemantauan Persidangan KEPPHJoko juga mengungkapkan bahwa periode periode 3 Januari hingga 31 Maret 2022, KY telah menerima 108 permohonan pemantauan yang berasal dari 84 laporan masyarakat dan 24 pemantauan berdasarkan inisiatif KY.
"Pemantauan persidangan adalah langkah pencegahan agar hakim tetap bersikap independen dan imparsial dalam memutus, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Hasil dari tindak lanjut permohonan pemantauan periode Januari hingga Maret 2022 adalah 54 dapat dilakukan pemantauan, 20 tidak dapat dilakukan pemantauan, dan 34 dalam tahap analisis," jelas Joko.