Sosok seperti
Olo adalah objek pengamatan Ian Wilson, peneliti dari Asia Research Centre,
Murdoch University.
Akademisi ini
bertahun-tahun mendalami relasi gangster dan politik di Indonesia.
Baca Juga:
Medan Masuk Daftar 15 Kota Termacet di Dunia, Ini Respons Bobby Nasution
Seperti diketahui,
preman berakar dari kata Bahasa Belanda, vrjiman (artinya orang bebas).
Wilson
menjelaskan, kebebasan itu bukan berarti sekadar leluasa membikin onar atau
menjalankan organisasi kriminal.
Bebas pada era
kolonial artinya tidak harus menjalani kerja paksa, sebab mereka memiliki modal
lain di mata penguasa Belanda, yakni modal mengendalikan massa, pengaruh
terhadap masyarakat.
Baca Juga:
Bobby Nasution Luncurkan 60 Bus Listrik, Transportasi Medan Makin Modern!
"Jadi,
sejak dulu, preman selalu berada dalam kontradiksi. Orang yang bebas dari
tekanan norma sosial, tapi juga menjadi pengatur norma bagi masyarakat lainnya.
Karena itu sosok preman akan menjadi alat politik penting bagi rezim yang
berkuasa," kata Wilson.
Medan pun,
dari pengamatan Wilson, merupakan kota menarik, karena peran sentral ormas
dalam kehidupan sehari-hari.
Di Medan,
preman seperti Olo terlibat aktif dalam kancah politik lokal. Ormas yang
dikuasai Olo atau Anwar Kongo sudah menyerupai kelompok paramiliter yang siap
memihak partai tertentu.