Oleh karena itu pasal 91 KUHAP ini dapat diabaikan, sehingga penentuan lingkungan peradilan yang akan mengadili perkara tindak pidana korusi itu dapat menggunakan pasal 89 KUHAP.
Dapat disarankan kepada Menhan dan Menteri Kehakiman untuk memilih Pengadilan Militer di lingkup peradilan Militer yang melaksanakan persidangan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh mereka yang termasuk
lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer.
Baca Juga:
Puluhan Ribu Massa Pendukung Tumpah Ruah, Abdul Faris Umlati dan Petrus Kasihiw Kampanye Akbar di Alun-Alun Aimas
Adapun alasan mengapa Pengadilan Militer yang dipilih adalah sebagai berikut:
1. Walaupun pelaksana proses pengadilan adalah Pengadilan Militer, tapi pada dasarnya itu Pengadilan Koneksitas yang dilakukan pada Pengadilan Militer dimana hakim, jaksa, penyidik, adalah gabungan dari perangkat pengadilan militer dan perangkat pengadilan Tipikor.
2. Pada Pengadilan Militer, hukuman yang dijatuhkan pada para pelaku tindak pidana korupsi bisa maksimal. Misalnya bagi tersangka yang berstatus Militer dapat dijatuhkan hukuman tambahan berupa dipecat dari dinas aktif kemiliteran. Sedangkan bagi tersangka yang berstatus non militer, dapat dijatuhi hukuman sesau dengan KUHP.
Baca Juga:
Connie Minta Maaf Usai Tuding Polisi Bisa Akses Sirekap
5. Kesimpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pejabat yang dapat menentukan lingkup peradilan yang akan mengadili perkara tindak pidana korupsi mereka yang termasuk dilingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer diperiksa dan diadili di Pengadilan Militer adalah Mahkamah Agung. Bukan Menkopolhukam.
Agar hukuman yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana korupsi dapat maksimal, maka disarankan kepada Ketua Makamah Agung agar selalu memilih dan memutuskan Pengadilan dilingkungan Peradilan Militer sebagai Pengadilan Koneksitas untuk mengadili tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh mereka yang termasuk dilingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer. [Alpredo]