Apabila indikasinya cukup kuat, hal ini akan menjadi persoalan yang tidak ringan bagi Arab Saudi, baik secara hukum maupun politik.
Secara hukum, berdasarkan Justice Against Sponsors of Terrorism Act (JASTA) yang berlaku di AS, keluarga korban bisa menuntut negara yang terlibat dalam serangan terorisme.
Baca Juga:
Timnas Indonesia Hadapi Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Putaran Ketiga
Sementara itu, secara politik, kondisi ini akan semakin menyulitkan hubungan Arab Saudi dengan AS, khususnya di bawah kepemimpinan Joe Biden yang sangat menekankan terkait persoalan HAM dan demokrasi.
Bukan kali ini saja Arab Saudi mendapatkan dampak dari kebijakan AS, khususnya semenjak Joe Biden menjadi Presiden AS.
Beberapa bulan lalu, AS juga membuka laporan intelijen yang menuduh Putra Mahkota Arab Saudi, Muhammad bin Salman (MBS), berada di balik pembunuhan keji terhadap wartawan senior Arab Saudi, Jamal Khashoggi, Sabtu (27/2/2021).
Baca Juga:
Kanwil Kemenag Kaltara Alokasikan 221.000 Jatah Haji untuk Tahun 2025
Melalui jaringan politik dan media yang dikuasai, Arab Saudi menolak keras tuduhan AS di atas sembari menegaskan independensi hukum Arab Saudi yang telah menegaskan MBS tidak terlibat dalam pembunuhan keji tersebut.
Bahkan, beberapa media di bawah jaringan Arab Saudi menegaskan adanya dukungan dari “dunia Islam” dan “negara-negara Arab” terhadap sikap Arab Saudi (aawsat.com, 28/2/2021).
Pengumuman laporan intelijen AS terkait pembunuhan keji terhadap Jamal Khashoggi (2018) dan laporan terkait serangan 11 September 2001 menjadi salah satu bukti awal terkait janji perubahan kebijakan politik luar negeri AS di bawah kepemimpinan Joe Biden.