Pasal 184 ayat (1) KUHAP Lama mengatur lima alat bukti: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Ditambah jenis alat bukti dalam berbagai Undang-undang di luar KUHAP seperti dalam Pasal 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomasi dan Transaksi Elektonik yang telah mengalami perubahan kedua menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024 berupa Dokumen Elektronik, Informasi Elektronik dan/atau hasil cetak dokumen elektonik dan Informasi elektronik. Sistem ini menimbulkan kekakuan karena tidak mengantisipasi kehadiran bukti elektronik, bukti ilmiah, dan digital evidence yang berkembang cepat.
b. Tantangan Teknologi
Baca Juga:
Komisi III DPR RI Akan Bentuk Panja Reformasi Polri, Kejaksaan dan Pengadilan
Era digital memunculkan jenis bukti yang tidak dikenal pada saat KUHAP disusun, seperti: metadata, log server, CCTV, rekaman drone, hasil forensik digital. Bukti tersebut sering sulit diklasifikasikan ke dalam lima alat bukti klasik dan alat bukti elektronik dalam UU ITE, sehingga mendorong pergeseran ke arah sistem terbuka.( Andi Hamzah 2019 : 412)
c. Arah Pembaruan Hukum Pidana
Baca Juga:
Kejati Sumut Gelar Upacara HUT ke-80 RI, Wakajati Pimpin Upacara
Pasal 235 ayat (1) KUHAP Baru selain mengatur jenis alat bukti berupa: Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Keterangan Tedakwa, juga telah menambahkan memasukkan kategori alat bukti baru berupa ”Barang bukti”, ”Bukti elektronik”, ”Pengamatan hakim” dan ”Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk kepentingan pembuktian pada pemeriksaan di sidang pengadilan sepanjang diperoleh secara tidak melawan hukum” . Penambahan jenis alat bukti baru tersebut menunjukkan adopsi eksplisit sistem pembuktian terbuka.
Karakteristik Sistem Pembuktian Terbuka dalam KUHAP Baru
a. Perluasan dan Pengertian Jenis Alat Bukti