Menurut para pengacara kasus pidana, Telegram menjadi sarang pelaku kejahatan karena menawarkan jangkauan yang efektif, privasi, dan anonimitas.
Dalam beberapa tahun terakhir, aplikasi ini terus meningkat popularitasnya dengan pengguna aktif yang tembus hingga 700 juta per bulannya pada November 2022, berdasarkan situs Statista.
Baca Juga:
Cerita CEO Telegram Pavel Durov Diduga Miliki Empat Paspor
Menurut Ng Yuan Siang dari firma hukum Eugene Thuraisingam LLP, peningkatan aktivitas kejahatan di Telegram bisa jadi paralel dengan peningkatan penggunaannya.
Channel dan grup publik di Telegram, yang bisa menampung hingga 200.000 orang, sangat mudah dicari melalui kotak pencarian di aplikasi tersebut. Ini yang menurut Ng semakin memudahkan pelaku kejahatan menjangkau audiens baru dibandingkan dengan plaform berkirim pesan lainnya.
"Dengan fungsi grup di Telegram, yang memungkinkan penggunanya bergabung dengan komunitas tanpa perlu dihubungi satu per satu, berarti para penjual zat dan barang terlarang bisa menjangkau lebih banyak orang," kata Adrian Wee dari firma hukum Lighthouse Law LLC.
Baca Juga:
Punya 100 Anak Biologis, Berikut Fakta Unik CEO Telegram Pavel Durov
PRIVASI, ANONIMITAS
Wee menambahkan bahwa anonimitas dan privasi adalah alasam utama mengapa Telegram menarik bagi para pelaku kejahatan.
Telegram memiliki kebijakan privasi yang ketat, yang berarti aplikasi itu tidak akan membagikan informasi pengguna kepada aparat penegak hukum, kata Wee. Aplikasi seperti Telegram, lanjut dia, "justru ada karena para pengguna khawatir aplikasi lain (misalnya WeChat) rentan pengawasan oleh negara".