"Tidak bisa dihindari, kebanyakan transaksi ilegal harus dilakukan di luar platform berbagi pesan, misalnya transaksi narkoba harus dilakukan pengiriman barang, pembayaran tunai dan transfer bank, yang kesemuanya meninggalkan jejak kertas dan kegagalan yang dapat dimanfaatkan organisasi penegak hukum dalam mengidentifikasi pelaku," jelasnya.
TANTANGAN BAGI PENEGAK HUKUM
Baca Juga:
Tertipu Investasi Bodong, Uang Rp 80 Juta Milik Guru di Kupang Amblas
Lembaga penegak hukum menghadapi berbagai tantangan dalam menangani kejahatan yang terjadi melalui Telegram.
Di antaranya adalah kesulitan mendapatkan bukti, keterbatasan data yang disimpan oleh Telegram, dan kerumitan dalam melacak sindikat kriminal.
Dalam situsnya, Telegram mengatakan bahwa mereka mungkin akan mengungkapkan alamat IP dan nomor telepon pengguna jika ada perintah pengadilan yang menyebut bahwa pengguna tersebut adalah tersangka teror. Tapi sampai saat ini, Telegram mengaku belum pernah melakukannya.
Baca Juga:
Prostitusi di Bali Diduga Dikendalikan WNA Melalui Telegram Didalami Polisi
Namun menurut Ng ada contoh-contoh yang terdokumentasikan ketika Telegram mengungkapkan data pengguna untuk memenuhi perintah pengadilan pada kasus "selain terorisme".
Misalnya pada kasus di akhir 2022 ketika Telegram memenuhi perintah pengadilan New Delhi, India, untuk mengungkap informasi tentang para admin sebuah channel Telegram yang dituduh melanggar hak cipta.
Tapi tetap saja, Ng mengatakan bahwa "pertanyaannya adalah seberapa bermanfaat informasi ini bagi pihak berwenang".