"ICW melihat
dan mencermati beberapa pernyataan yang disampaikan pihak tertentu dalam
berbagai pemberitaan, bahwa terdapat beberapa istilah dan inisial yang sempat
muncul ke tengah publik, seperti istilah "bapakmu" atau inisial "BR", dan
"HA"," beber Kurnia.
Dalam konteks
ini, ICW meragukan penyidik telah mendalami terkait dengan istilah dan
inisial-inisial tersebut. Bahkan, jika telah didalami dan ditemukan siapa pihak
itu, maka orang-orang yang disebut seharusnya dipanggil ke hadapan penyidik
untuk dimintai klarifikasinya.
Baca Juga:
Jaksa Tolak Pleidoi, Kuasa Hukum Supriyani Tetap Yakin Akan Putusan Bebas
Selain itu,
dugaan pelanggaran etik lainnya, ketiga penyidik diduga tidak berkoordinasi
dengan KPK pada Proses Pelimpahan perkara Pinangki ke Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi.
Padahal,
Pasal 6 huruf (d) juncto Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019
tentang KPK menyatakan, lembaga antikorupsi berwenang melakukan supervisi terhadap
penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.
Bahkan,
KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap
instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Baca Juga:
Jaksa Bidik Proyek PSU Milik Suku Dinas PRKP Jakarta Pusat
Apalagi, KPK
telah menerbitkan surat perintah supervisi perkara Pinangki di Kejaksaan Agung
pada 4 September 2020.
"Semestinya,
setiap tahapan penanganan perkara tersebut, Kejaksaan Agung harus berkoordinasi
dengan KPK. Namun, pada tanggal 15 September 2020,
Kejaksaan Agung langsung melimpahkan berkas perkara Pinangki Sirna Malasari ke
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," urai Kurnia.
Kurnia
menduga, ketiga penyidik itu telah melanggar Pasal 5 huruf (a)
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor Per-014/A/JA/11/2012 tentang
Kode Perilaku Jaksa.