Akibatnya, isu-isu strategis pembangunan daerah sering kali tenggelam di bawah bayang-bayang kampanye nasional.
“Masalah pembangunan lokal kerap kalah gaungnya dengan agenda nasional yang diusung para kandidat pusat,” ujar Saldi dalam sidang pembacaan putusan.
Baca Juga:
UU Pemilu dan Pilkada Diubah, MK Pisahkan Jadwal Pemilu Pusat dan Daerah
Partai Politik Terjepit Agenda Politik Praktis
Lebih lanjut, Mahkamah juga mengkritisi dampak negatif pemilu serentak terhadap pelembagaan partai politik. Jadwal yang terlalu padat membuat partai kesulitan mempersiapkan kader secara matang.
Dalam kondisi seperti itu, partai terjebak dalam praktik transaksional, mengutamakan popularitas calon ketimbang kualitas dan ideologi.
Baca Juga:
PSU Terbentur Anggaran, Kemendagri Minta Semua Pihak Kerja Maksimal
“Pemilu yang seharusnya menjadi ajang penyemaian demokrasi justru dibajak oleh kepentingan elektoral jangka pendek,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Arief menyebut, partai akhirnya cenderung asal mengusung calon yang populer, alih-alih menyeleksi kader berdasarkan kompetensi dan kesesuaian ideologi.
Hal ini, menurutnya, adalah bukti nyata pragmatisme politik yang melemahkan demokrasi.