Meski Mahkamah tidak menetapkan secara pasti tanggal penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah, putusan tersebut menggariskan bahwa pemilu daerah harus digelar setidaknya dua tahun setelah pelantikan presiden dan anggota legislatif pusat. Batas maksimalnya adalah dua tahun enam bulan.
Artinya, Pemilu Nasional 2029 tetap akan dilaksanakan sesuai jadwal, sementara Pemilu Daerah baru bisa digelar antara 2031 hingga pertengahan 2032.
Baca Juga:
UU Pemilu dan Pilkada Diubah, MK Pisahkan Jadwal Pemilu Pusat dan Daerah
Masa Transisi Jadi Tanggung Jawab Legislator
Terkait masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD yang dipilih pada 2024, Mahkamah menyerahkan pengaturannya kepada pembentuk undang-undang.
Legislator diminta merancang rekayasa konstitusional agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan dan memastikan kesinambungan pemerintahan lokal.
Baca Juga:
PSU Terbentur Anggaran, Kemendagri Minta Semua Pihak Kerja Maksimal
Pasal yang Dibatalkan
Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika ke depan tidak dimaknai bahwa pemilu dilakukan dalam dua tahap, dengan jeda minimal dua tahun antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Ketua MK Suhartoyo juga menyatakan bahwa Pasal 3 ayat (1) UU Pilkada telah bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak memuat penegasan bahwa pemilihan kepala daerah harus digelar paling cepat dua tahun setelah pelantikan presiden dan anggota legislatif pusat.