Penyelesaian Kasus Korupsi Sipil dan Militer
Pasal 42 UU 30/ 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur bahwa “KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
Baca Juga:
Didominasi Penegak Hukum, MAKI: Pimpinan Baru KPK Tak Mewakili Masyarakat dan Perempuan
Dengan demikian dalam kasus Korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi, maka KPK bertindak sebagai koordinator proses penegakan hukumnya. Artinya KPK Tidak bekerja sendiri.
“Jadi dalam kasus Korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi KPK tidak boleh secara sepihak memutuskan dan mengumumkan bahwa Marsdya TNI Hendry Alfiandi tersangka kasus korupsi. Penetapan status tersangka korupsi Marsdya TNI Hendry Alfiandi harus merupakan keputusan bersama dengan POM TNI,” kata Soleman Ponto.
Pengadilan Koneksitas
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Untuk penanganan kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI bersama kalangan sipil, KPK dan POM TNI dapat menangani perkara ini secara bersama-sama melalui peradilan koneksitas. Peradilan koneksitas menangani kasus pidana yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum dan militer. Proses penyidikan dan penuntutan dilakukan oleh tim yang terdiri atas jaksa, polisi militer, dan oditur militer.
Adapun proses pemeriksaan di pengadilan dilakukan oleh lima hakim yang berasal dari unsur hakim peradilan umum dan peradilan militer.
Contoh Kasus