Adapun al-Sadr merupakan salah satu tokoh Syiah paling berpengaruh di Irak, yang meski begitu tetap menolak campur tangan Iran. Ia menggunakan platform nasionalisme sebagai kendaraan politik.
Faksinya yang bernama Gerakan Sadrist dipercaya akan mengumpulkan suara mayoritas. Pada 2018 silam, Aliansi Saeroon yang dibentuk al-Sadr merebut 54 kursi di parlemen. Adapun pesaingnya, Aliansi Fatah, menguasai 48 kursi dalam pemilu terakhir.
Baca Juga:
2 Terduga Teroris Jaringan ISIS Ditangkap Densus 88 di Jakarta Barat
Di bawah UU Pemilu Irak yang telah diamandemen, partai yang menguasai kursi terbanyak berhak menunjuk perdana menteri baru. Kandidat tidak lagi diwajibkan memiliki afiliasi politik dengan parpol tertentu.
Diyakini, pencoblosan tidak akan menghasilkan kekuatan dominan di parlemen. Sebabnya pembentukan pemerintahan baru akan banyak bergantung pada perundingan koalisi. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.