Menurut Dadan, sejak awal ia merasa ada sesuatu yang janggal atas perlakuan KPK terhadap dirinya. Sehingga, dirinya merasa telah terdzolimi dengan ditetapkannya sebagai tersangka dan terdakwa dalam dugaan suap pengurusan perkara di MA.
“Saya ini seorang pengusaha swasta yang di dzolimi. Di saat mendapatkan investasi untuk pengembangan usaha/bisnis, saya dituduh dan didakwa sebagai pegawai negeri atau pejabat negara yang menerima hadiah atau janji. Ini janggal, ini aneh,” keluhnya
Baca Juga:
Soal OTT Capim KPK Johanis Tanak dan Benny Mamoto Beda Pandangan
Diketahui, Dadan didakwa turut serta menerima hadiah Rp 11,2 miliar dari Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana/KSP ID, Heryanto Tanaka. Dadan disidang bersamaan dengan eks Sekretaris MA, Hasbi Hasan yang terjerat kasus suap yang sama.
Perkara ini berawal saat Debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka mengajukan kasasi ke MA lantaran tidak puas putusan Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membebaskan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto kemudian menunjuk Theodorus Yosep Parera sebagai pengacaranya.
Setelah itu, Heryanto menghubungi kenalannya, yakni eks Komisaris Wika Beton, Dadan Tri Yudianto yang memiliki relasi di MA untuk meminta bantuan mengawal proses kasasi tersebut. Keduanya pun membuat kesepakatan.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Dari komunikasi antara Heryanto dan Yosep Parera ada sejumlah skenario yang diajukan untuk mengabulkan kasasi tersebut.
Skenario itu disebut dengan istilah 'jalur atas' dan 'jalur bawah' dan disepakati penyerahan sejumlah uang ke beberapa pihak yang memiliki pengaruh di Mahkamah Agung.
Salah satunya adalah Hasbi Hasan selaku Sekretaris Mahkamah Agung.