Dalam Pasal 67 ayat (2) UU tersebut
disebutkan, pemilih memberikan suara dengan menusuk tanda atau gambar. Hal
lainnya juga disebutkan, pemilih memberikan suara kepada seorang calon dengan
menulis nomor serta nama dari calon dalam ruangan (space)
yang disediakan dalam surat suara.
Untuk memudahkan pemilih menulis nama calon yang
dipilihnya, di setiap bilik suara dipasang daftar calon tetap.
Baca Juga:
Operasi Seroja Timtim: Komandan Pasukan Gugur di Pelukan Prabowo
Pemilu 1955 dilakukan dalam dua tahap, yakni memilih
anggota DPR yang digelar pada 29 September 1955, dan memilih anggota
Konstituante yang digelar pada 15 Desember 1955.
Dalam buku Naskah Sumber Arsip
Jejak Demokrasi Pemilu 1955 (2019) disebutkan bahwa pemilihan anggota DPR tahun 1955 diikuti oleh 36 partai
politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perseorangan.
Sementara itu, pemilihan anggota Konstituante diikuti
oleh 39 partai politik, 23 organisasi massa, dan 29 calon perseorangan.
Baca Juga:
Saat Teroris Noordin M Top Tewas di Solo
Dari setiap surat suara untuk pemilihan DPR dan
Konstituante tersebut, surat suaranya hanya berisi nomor urut gambar partai dan
nama calon perseorangan.
Pemilih bisa menggunakan cara mencoblos ataupun
menulis untuk memilih anggota DPR dan Konstituante, seperti yang tertuang
dalam Pasal 67 ayat (2) UU No 7/1955 di atas.
Jika mengacu pengalaman regulasi pada Pemilu 1955
tersebut, model 1, 2, dan 3 dari desain yang diperkenalkan KPU sebagai upaya
penyederhanaan surat suara, tidak jauh berbeda dengan pengalaman pada Pemilu
1955 ini.