Pemilu 1971 yang mulai memperkenalkan konsep pemilu
serentak, yakni memilih anggota DPR nasional dengan DPRD berbarengan, juga
diikuti dengan desain surat suara yang terpisah.
Jika pada Pemilu 1955 hanya satu kertas suara, baik
untuk memilih anggota DPR maupun anggota Konstituante, pada Pemilu 1971 mulai
digunakan tiga surat suara, yakni surat suara untuk DPR, DPRD Tingkat I, dan
DPRD Tingkat II.
Baca Juga:
Operasi Seroja Timtim: Komandan Pasukan Gugur di Pelukan Prabowo
Surat suara berisi nomor urut dan gambar 10 partai
politik yang menjadi peserta Pemilu 1971.
Setelah kebijakan fusi partai politik tahun 1973,
pemilu-pemilu berikutnya malah lebih sederhana lagi karena jumlah kontestannya
jauh lebih sedikit.
Kebijakan fusi ini menggabungkan sejumlah partai ke
dalam tiga kelompok, yakni satu golongan karya dan dua lainnya sebagai partai
politik.
Baca Juga:
Saat Teroris Noordin M Top Tewas di Solo
Praktis, pada pemilu berikutnya, yakni Pemilu 1977
sampai Pemilu 1997, peserta pemilu hanya tiga, yakni Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Desain surat suara pemilu era Orde Baru pun makin
sederhana.
Jika sebelumnya berisi 10 gambar partai politik
beserta nomor urutnya, mulai Pemilu 1977 hanya berisi tiga gambar peserta
pemilu.