Setelah reformasi tahun 1998 bergulir, fungsi TNI difokuskan sebagai alat pertahanan negara.
Untuk itu, arah yang dibangun adalah membangun tentara yang profesional dan fokus melakukan perang karena tentara memang dilatih dan dididik hanya untuk berperang.
Baca Juga:
Sejarah Panser Ferret Legendaris di Tubuh Militer Indonesia
Namun, proses menuju tentara yang profesional itu bertahap dan memerlukan waktu.
Dalam konteks itu, menurut Al Araf, wajar ketika banyak dari generasi Z yang tidak tertarik menjadi anggota TNI.
Persepsi itu tidak bisa dilepaskan dari terjadinya perubahan dan proses konsolidasi di tubuh TNI pasca-reformasi menuju TNI yang profesional yang masih berlangsung hingga saat ini.
Baca Juga:
Mengenal Airbus A400M, Pesawat Angkut Militer yang Bakal Dimiliki Indonesia
Di sisi lain, tidak adanya privilese terhadap militer sebagaimana dulu terjadi di masa Orde Baru bisa jadi membuat ketertarikan anak muda berkurang.
Namun, lanjut Al Araf, hal itu diyakini hanya bersifat temporer atau sementara.
Ketika konsolidasi di tubuh TNI selesai dan TNI dapat mewujudkan diri sebagai tentara yang profesional dan modern, termasuk didukung persenjataan yang modern dan kesejahteraan yang cukup, minat menjadi anggota TNI akan naik. Untuk menuju ke sana, TNI mestinya fokus dan tidak dibebani dengan tugas lain yang bukan merupakan tugas pokoknya.