Aksi perang melawan terorisme menjadi sangat dramatis.
Emosi masyarakat dunia penuh dengan kebencian menghendaki hukuman yang setimpal pada mereka yang bertanggung jawab atas serangan udara terorisme 9/11.
Baca Juga:
Densus 88 Tangkap Enam Terduga Teroris di Lima Provinsi, Polri: Jaringan Masih Aktif
Di bawah Presiden George W Bush, genderang peperangan ditabuhkan melalui seruan “Either you are with us, or you are with the terrorists.”
Serbuan tentara AS ke Afghanistan (kemudian dilanjutkan invasi ke Irak pada tahun 2003), berlanjut menjadi perang berkepanjangan dalam semboyan “coalition of the willing”, yang membuka kotak pandora baru aksi terorisme yang “diaktifkan” menyerang siapa saja yang tidak tunduk pada keinginan global ini.
Di Indonesia, bom Bali 2002 meninggalkan luka yang cukup mendalam, menewaskan 202 orang, termasuk warga Australia yang memang memenuhi Pulau Dewata sebagai tempat liburan paling favorit.
Baca Juga:
Krisis Diplomatik AS–Brasil Memanas, Lula: Tak Ada Orang Asing Bisa Memerintah Saya
Unit-unit anti-teror dibentuk di mana-mana, mengejar para pelaku teror yang menebarkan ketakutan atas nama agama ke berbagai pelosok dunia.
Triliunan dollar AS dikucurkan selama 20 tahun terakhir hanya untuk melawan aksi teror di mana-mana.
Globalisasi berubah menjadi penuh darah dan ketakutan.