Kewajiban ini
sudah diatur dalam Pasal 50 Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Sedemikian
pentingnya sehingga Mahkamah Agung menyebut tidak diberikannya pertimbangan
hukum yang memuat alasan-alasan putusan pengadilan dipandang sebagai suatu
kelalaian dalam acara (vormverzuim),
ditegaskan dalam
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1974.
Baca Juga:
Anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan: Pastikan Keadilan Terdeliver
Menurut
Pontier, kewajiban motivering berkaitan dengan
transparansi sehingga putusan menjadi terbuka untuk pengawasan, harus
meyakinkan dan memberikan prespektif bagi akseptasi (penerimaan, aanvaardbaar-heid) putusan tersebut.
Motivering juga berfungsi
untuk yustifikasi (pembenaran, rechtsvaardiging) putusan terhadap para
pihak berperkara, terhadap "forum hukum" (forum iuridica) dan terhadap
masyarakat.
Putusan yang
bermutu pasti tidak akan terlepas dari praktik motivering.
Baca Juga:
Kode Etik Majelis Hakim Kasasi Ronald Tannur Tetap DIoeriksa KY
Masyarakat cenderung menilai putusan hakim hanya dari amar.
Yang dilihat
hanyalah diskon hukuman, tetapi alasan-alasan hakim untuk sampai pada amar
demikian luput dari sorotan.
Menilai
putusan hakim semata-mata dari amarnya ibarat menilai buku dari sampulnya saja.