Orde Baru sudah jatuh. Usia
Jakarta pun hampir menginjak 5 abad.
Namun, premanisme di ibu kota
tak kunjung surut.
Baca Juga:
Pemesan Aksi Anggota GRIB Pencuri Aset KAI di Semarang Diburu Polisi
Dengan wajah meminjam gerakan
sosial, toh polanya relatif tak
berbeda jauh dengan apa yang pernah terjadi pada masa kemerdekaan, yakni para
preman atau orang-orang yang mengkoordinir mereka menawarkan jasa kekerasan.
FBR, yang berdiri berdasarkan
pengamatan kritis, misalnya, pada akhirnya menjalin persekutuan dengan elite
dan partai politik, agar pengaruh mereka semakin kuat.
Dalam beberapa kasus, agar
mendapatkan posisi struktural dalam pemerintah.
Baca Juga:
Raup Rp 90 Juta dari Parkir Liar, Polisi Bongkar Sindikat Preman di Jakarta Utara
Mereka juga tercatat pernah
menyerang Urban Poor Consortium (UPC),
kelompok advokasi pro kaum miskin kota, saat melakukan demonstrasi mengkritik
kebijakan ruang publik di Balai Kota DKI.
Baik laki-laki, perempuan,
anak-anak, dihajar. Bahkan, Wardah, Ketua UPC, diancam golok di lehernya.
Yang terbaru, dalam
penggusuran kawasan Gang Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan, beberapa waktu
lalu.