Dengan itu, para juragan
memiliki peran dalam politik lokal di Batavia.
Mereka menjadi bagian dunia
kriminal di Batavia, hingga kerap disewa para pedagang Arab atau China untuk menghancurkan
pesaingnya.
Baca Juga:
Pemesan Aksi Anggota GRIB Pencuri Aset KAI di Semarang Diburu Polisi
"Ini merupakan sebuah
jaringan yang berdiri di luar hirarki otoritas pemerintah," tulis Cribb.
Dalam konteks ini, menurut
Ian yang mengutip Ryter, istilah vrijman
pun muncul.
Bahasa Belanda yang kemudian
diserap menjadi "preman" ini dilekatkan untuk menggambarkan jenis
baru jago perkotaan, pengusaha bidang kekerasan yang tidak mengabdi pada VOC,
namun keberadaannya diizinkan di Hindia.
Baca Juga:
Raup Rp 90 Juta dari Parkir Liar, Polisi Bongkar Sindikat Preman di Jakarta Utara
Sementara itu, menurut Cribb,
seiring waktu, para jago di Batavia terhubung dengan kelompok pergerakan nasional
yang sedang tumbuh.
Mereka membenci Belanda, dan
saling melengkapi satu sama lain.
Ikatan ini sempat renggang
pasca-kegagalan pemberontakan PKI terhadap kolonial Belanda di Batavia pada
1926.