"Pagar ini sudah berdiri sejak 1988, terbuat dari beton setinggi 40-50 sentimeter yang disambung dengan pagar seng. Kami tidak tahu sebelumnya bahwa lahan ini masuk kawasan hutan. Pemugaran pagar yang dilakukan baru-baru ini hanyalah penggantian pagar lama yang telah rusak," jelasnya.
PT Tun Sewindu mengklaim memiliki dasar kepemilikan lahan berupa Surat Keputusan (SK) dari lurah dan camat serta perizinan usaha dari pemerintah setempat.
Baca Juga:
Hutan Lindung Dipagari Pengusaha Tambak, DPRD Deli Serdang Turun Tangan
"Tanah ini dibeli dari masyarakat pada 1982 dengan dasar SK camat dan lurah. Sementara perizinan usaha yang kami miliki lengkap dari pemerintah setempat," tambahnya.
Junirwan juga mengungkapkan bahwa perusahaan saat ini tengah menunggu penyelesaian status lahan yang termasuk dalam kawasan hutan lindung melalui skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Ia menyebut bahwa PT Tun Sewindu telah melaporkan kondisi lahan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Cipta Kerja.
Baca Juga:
Bus Pelangi Hangus Terbakar di Tol Medan-Kualanamu, Polisi: Sopir Hilang Konsentrasi
"Sesuai anjuran pemerintah, klien kami dikategorikan sebagai pihak yang mengalami keterlanjuran, sehingga mengikuti skema penyelesaian berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Kami telah melaporkan kondisi lahan ini dan menerima SK dari Menteri terkait skema TORA. Nantinya, pemerintah akan menentukan pola penyelesaian, apakah berupa ganti rugi atau mekanisme lainnya," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menuding adanya pihak-pihak tertentu yang memprovokasi polemik ini. PT Tun Sewindu juga telah melaporkan dugaan perusakan yang terjadi sebelum pembongkaran pagar oleh Pemprov Sumut.
"Saya melihat ada pihak-pihak tertentu yang menjadi provokator dalam permasalahan ini," tegasnya.