"Terlebih lagi, proses penunjukan penjabat itu sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana fakta hukum dalam persidangan yang dijelaskan oleh saksi dari Kemendagri dan DPR. Disamping hal tersebut merupakan bentuk implementasi norma yang menjadi ranah pelaksanaan tugas pemerintahan," kata hakim Daniel.
"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," imbuhnya.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
MK Tolak Dalil Soal Nepotisme
Hakim Daniel juga menolak dalil pemohon terkait dugaan Presiden Jokowi dalam mendukung putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, maju di Pilpres 2024 melanggar peraturan tentang nepotisme. MK menilai pemohon tidak membuktikan dan menguraikan dalilnya.
"Bahwa terhadap dalil Pemohon demikian, karena Pemohon tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalinya, maka Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan akan kebenaran dalil yang dipersoalkan oleh Pemohon. Terlebih, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan oleh Pemohon a quo adalah jabatan yang pengisiannya melalui pemilihan (elected position) dan bukan jabatan yang digunjuk/diangkat secara langsung (directly appointed position), kata Daniel.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Adapun jabatan yang terkait dengan larangan nepotisme adalah jabatan yang pengisianya dilakukan dengan cara ditunjuk/diangkat secara langsung. Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme," ujarnya.
Kenaikan Tukin Bawaslu Tak Terkait Independensi
Hakim Daniel menilai kenaikan tunjangan kinerja terhadap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak terkait dengan isu independensi sebagai penyelenggara pemilu.